Sebelum menerangkan lebih jelas mengenai "Forum Guru : Ironi Literasi Anak - Tribun Jateng", kami jelaskan terlebih dahulu perihal Matematika Ajaib.
Click gambar di bawah supaya mendapat penjelasan rinci
Ayo, sudah waktunya kita diskusikan tentang "Forum Guru : Ironi Literasi Anak - Tribun Jateng"
Oleh . S.Pd.
Guru Sejarah di SMA Regina Pacis Surakarta, anggota dewan pembina komunitas Jasmerah Surakarta.
Setiap tanggal 1 Juni, dunia memperingati hari anak internasional. Peringatan yang dicetuskan oleh pendeta di Massachusetts, Amerika Serikat, bernama Charles Leonard pada bulan Juni 1857 tersebut diilhami oleh sikap hidup untuk melindungi hak anak. Tujuh dekade kemudian, upaya tersebut ditegaskan dalam deklarasi hak anak yang tertuang di Deklarasi Jenewa. Apabila melihat sejauh mana hak anak dilindungi, berkaca dari fenomena dunia anak-anak di Indonesia masih terdapat pekerjaan rumah yang wajib diatasi. Salah satunya adalah minimnya pemenuhan kebutuhan terhadap literasi anak. Hal yang seharusnya juga turut diperhatikan dalam setiap perayaan hari anak nasional yang rutin dirayakan saban tanggal 23 Juli.
Dalam pertunjukan stand up comedy bertajuk Hiduplah Indonesia Maya yang digelar di De Tjolomadoe, Karanganyar, pada tanggal 26 April 2019, Pandji Pragiwaksono menuturkan keprihatinan terhadap anak-anak negeri ini yang tidak cakap dalam berkomentar di dunia maya. Pandji menjelaskan alasan mengapa di media sosial seperti Facebook dan Instagram kerap muncul komentar yang aneh-aneh adalah karena masyarakat kita terutama kaum muda belum memiliki social skill yang baik namun sudah disodorkan social tool. Kecakapan dalam social skill yang minim membuat masyarakat mudah terjebak dalam hoax, mudah terprovokasi, dan rentan mengumbar hujatan. Social skill tersebut seharusnya diperoleh dalam lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan, dan literasi.
Dalam tulisan Haryatmoko di Kompas pada tanggal 30 September 2015 yang berjudul Modalitas Pendidikan Nilai, disebutkan bahwa kompetensi menuntut penguasaan pengetahuan. Hal tersebut dimungkinkan jika tumbuh minat membaca dan kemampuan mengerti apa yang dibaca yang terlihat dari keterampilan mengungkapkan diri secara lisan dan tertulis. Oleh karena itu, literasi sebagai salah satu upaya membentuk anak menjadi pribadi yang lebih baik wajib dimaksimalkan. Hal ini senada dengan salah satu isi dari Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Kepres No. 36 tahun 1990, yang berfokus pada pendidikan anak.
Langkah Mundur
Hasil riset Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2015menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei. Responden yang diambil adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun. Data tersebut seolah membenarkan bahwa urusan membaca memang bukan hal nomor satu bagi anak-anak negeri ini. Pesona bermain gadget, games, dan media sosial seakan menutup ketertarikan dalam membaca.
Membaca dianggap bukan budaya populer. Namun pilihan sikap anak-anak tidak dapat sepenuhnya disorotimiring secara absolut. Anak-anak berperilaku demikian tentu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sekitar. Orang tua yang menganggap bahwa membaca adalah kegiatan yang cukup dilaksanakan di sekolah atau kegiatan membaca cukup dengan menyimak isi buku pelajaran sekolah sesungguhnya melemahkan semangat literasi itu sendiri.
Sadarkah kita mengapa analogi dunia literasi anak era 90-an dengan era terkini berujung pada nuansa kejomplangan. Era 90-an dunia bacaan anak dipenuhi oleh media cetak seperti Bobo, Fantasi, Hoplaa, hingga Tablo. Di masa sekarang relatif hanya Bobo yang masih dapat dijumpai di kios-kios majalah dengan mudah. Anak-anak yang tumbuh di era 90-an memandang dunia literasi anak saat ini jauh berbeda dengan era mereka. Rupa zaman memang berbeda. Sayangnya sejauh ini kehadiran kecanggihan teknologi belum berkontribusi banyak dan efektif terhadap literasi anak. Akibatnya anak-anak milenial kehilangan asupan literasi yang sesuai dengan umur mereka. Mereka kehilangan opsi media belajar di luar kelas dalam bentuk bacaan. Sejatinya hal ini merupakan langkah mundur jika kita melihat sejarah literasi anak di Nusantara.
Pelopor bacaan anak di Indonesia adalah buku berjudul Oost-Indische Bloempjes : Gedichtjesvoor de Nederlandsch – Indische Jeugd karangan Johannes van Soest pada tahun 1846. Setelahnya dijumpai pula De Lotgevallen van Djahidin karya J.A. Uilkens dan IndischKinderleven karangan Nittel de Wolf van Westerrode di era 1920. Keran bacaan anak ini terus bergulir hingga masuknya buku gubahan Hans Christian Andersen, dongeng Grimm, hingga munculnya Bobo pada tahun 1973.
Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bangsa ini bukanlah bangsa yang malas membaca. Bibit menggeluti literasi sejak usia dini terlihat dari aspek historis pada masa Hindia-Belanda, hanya saja perlu upaya ekstra untuk membangunkan kembali semangat literasi tersebut.
Habitus
Upaya memulai kembali menggalakkan literasi anak dapat dimulai dari lingkup kecil yakni keluarga. Pentingnya menghadapkan anak dengan bacaan yang sesuai dengan usia mereka, pendampingan dalam berliterasi, hingga penanaman semangat membaca wajib dilakukan. Orang tua adalah teladan utama bagi anak. Apa yang dilakukan, digeluti, dan menjadi keseharian orang tua adalah potret yang diperhatikan oleh anak.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengoptimalkan keberadaan perpustakaan desa. Eksistensi perpustakaan desa yang merata di Indonesia wajib diimbangi dengan ragam jenis bacaan anak yang proporsional. Perpustakaan yang “ramah anak” akan mengundang animo masyarakat untuk ngudi kawruh di dalamnya. Pepatah lama berkata bahwa orang bisa karena terbiasa. Apabila saat ini membaca bagi anak dipandang sebagai hal yang asing dan tidak biasa, maka biasakanlah terlebih dahulu. Hal-hal baik bermula dari habitus yang baik. (*)
Begitulah pembahasan mengenai Matematika Ajaib dan "Forum Guru : Ironi Literasi Anak - Tribun Jateng" Terima kasih atas kunjungannya
Postingan ini dikelompokkan ke dalam kategori literasi anak, literasi anak adalah, yayasan literasi anak indonesia,
Postingan ini bersumber dari https://rumahakal.com dan https://jateng.tribunnews.com/2019/07/09/forum-guru-ironi-literasi-anak
0 Response to "Forum Guru : Ironi Literasi Anak - Tribun Jateng Literasi Anak"
Post a Comment