Sebelum menjelaskan lebih mendalam tentang "PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR beserta Analisisnya", saya introduksikan lebih dahulu perihal Rahasia Unik Matematika Ajaib.
Klik foto di bagian bawah agar mendapat penjelasan rinci
Yuk, sekarang kita bahas mengenai "PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR beserta Analisisnya"
ANALISIS PUISI “DOA“KARYA CHAIRIL ANWAR
Doa
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Analisis Unsur Intrinsik
a) Tema
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama,
diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan.
Kata “dua” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan
atau komunikasi seorang penyair dengan Sang Pencipta. Kata-kata lain
yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan.
Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi”Doa”sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.. Perhatikan kutipan larik berikut :
(1)Biar rusah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
(2)Aku hilang bentuk
remuk
(3)Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog
dirinya dengan Tuhan. Kata “Tuhan” yang disebutkan beberapa kali
memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan
Tuhan.
b) Nada dan Suasana
Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau
sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan
perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa
dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca,
maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari
bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu,
dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai
sebuah “pengembaraan di negeri asing”.
c) Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ”Doa”
gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan
tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.
d) Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat
kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan
Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung
(termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan
pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ”pengembaraan di negeri
asing” yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair
pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Puntu-Mu Aku mengetuk
Aklu tidak bisa berpaling
Analisis Puisi Chairil Anwar
Penerimaan
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Analisi puisi Chairil Anwar menggunakan pendekatan Objektif:
A. Bentuk dan Struktur Fisik Puisi
1. Tipografi:
Pada puisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar terdapat enam bait dengan
pola 2-1-2-1. Tiap bait puisinya berbeda, pada bait pertama, ketiga dan
kelima terdapat dua larik sedangkan bait kedua, keempat, dan keenam
terdapat satu larik.
2. Diksi:
Diksi yang terdapat pada puisi “Penerimaan” terdapat beberapa kata yang memakai konotasi, seperti:
Bak: bagaikan
Kembang sari: wanita perawan atau keperawanan
Tunduk: menghadapkan wajah kebawah (malu)
Tentang: dekat dihadapan muka (menemui)
Cermin: alat pantul atau bayangan
3. Imaji:
Imaji yang dipakai dalam puisi “Penerimaan” ini adalah imaji visual (pengelihatan), seperti: /kau bukan yang dulu lagi/, /Jangan tunduk!/, /dengan cermin aku enggan berbagi/.
4. Kata konkret:
Pada puisi “Penerimaan” terdapat kata konkret seperti bak kembang sari sudah terbagi artinya wanita yang sudah kehilangan keperawanannya. Sedangkan dengan cermin aku berbagi artinya si “aku” tidak ingin wanitanya mendua bahkan dengan bayangannya sekalipun.
5. Bahasa figuratif (majas):
Majas yang digunakan adalah majas personifikasi yaitu majas yang
mengambarkan benda mati seolah-olah hidup. Seperti pada bait keenam
yaitu sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
6. Rima:
Puisi ini memiliki rima yang sama karena seluruh baris pada puisi ini berakhiran huruf i dari awal hingga akhir.
B. Struktur Batin Puisi
1. Tema atau makna:
Tema yang diangkat Chairil Anwar pada puisi “Penerimaan” yaitu
tentang percintaan. Tentang seorang lelaki yang masih menerima
kekasihnya kembali meskipun sang kekasih sudah bersama orang lain.
2. Rasa:
Rasa yang ada pada puisi ini adalah rasa semangat pengharapan dengan sedikit kecemasan pada setiap baitnya.
3. Nada:
Pada puisi “Penerimaan” ini, Chairil Anwar menuangkan perasaan
harap-harap cemas dan ketegasan. Pengharapan yang ia rasakan dikarenakan
pada dasarnya ia masih mencintai kekashnya yang dulu.
4. Amanat:
Agar perempuan mempertimbangkan penawaran si “aku” dan memutuskan
dengan tegas keputusan yang akan diambil perempuan tersebut. Jangan
pernah menduakan seseorang yang mencintai dengan tulus dan tanpa pamrih.
Analisis Puisi ‘Kesabaran’ Karya Chairil Anwar
“KESABARAN”
Karya Chairil Anwar
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Apresiasi Puisi Indonesia
dosen pengampu: Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd
disusun oleh
Anisa Prasetia Novia NIM 1103944
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Kesabaran
Karya Chairil Anwar
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak bicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
ANALISIS PUISI “KESABARAN “MENGGUNAKAN TEORI STRUKTURAL
struktur Lahir (Metode Puisi)
a. Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang
ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan
irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan
kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, disamping memilih kata
yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan
atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru dan
yang tidak bermakna diberi makna menurut kehendak penyair. Karena
begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga
dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya. Karena pemilihan
kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang
sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak
bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda.
Bahkan sekalipun unsur bunyinya hampir mirip dan maknanya sama, kata
yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti. Jika kata itu diganti akan
mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam konstruksi keseluruhan
puisi itu.
Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar diksi atau pemilihan
kata menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pembaca meskipun
dalam struktur kata tidak beraturan dan kurang sesuai dengan struktur
kata pada umumnya. Misalnya: kata ‘nggonggong’ dalam struktur kata pada
umumnya bukan ‘nggonggong’ tetapi ‘menggonggong’, namun penyair lebih
memilih kata ‘nggonggong’ sebagai kata yang memiliki unsur orisinalitas
atau private symbol sehingga menghasilkan poetic power.
b. Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata kongkret. Diksi
yang dipilih harus menghasilkan pengimajian oleh karena itu kata-kata
menjadi lebih kongkret seperti kita hayati melalui penglihatan,
pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan
pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Baris atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara (imaji auditif),
benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang bisa kita rasakan,
raba, atau sentuh (imaji taktil).
Pengimajian di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar yaitu sebagai berikut:
- Aku tak bisa tidur (imaji taktil)
- Orang ngomong, anjing nggonggong (imaji auditif)
- Dunia jauh mengabur (imaji taktil)
- Kelam mendiding batu (imaji taktil)
- Dihantam suara bertalu-talu (imaji auditif)
- Di sebelahnya api dan abu (imaji visual)
- Aku hendak bicara (imaji taktil)
- Suaraku hilang, tenagaku terbang (imaji taktil)
- Sudah! tidak jadi apa-apa! (imaji taktil)
- Ini dunia enggan disapa, ambil perduli (imaji taktil)
- Keras membeku air kali (imaji visual)
- Dan hidup bukan hidup lagi (imaji taktil)
- Kuulangi yang dulu kembali (imaji taktil)
- Sambil bertutup telinga, berpicing mata (imaji visual)
- Menunggu reda yang mesti tiba (imaji taktil)
c. Kata Kongkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus
diperkongkret, maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran
kepada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang
diperkongkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan
lambang. Jika penyair mahir memperkongkret kata-kata, maka pembaca
seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh
penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara bathin kedalam
puisinya. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang
diciptakan penyair, maka kata kongkret ini merupakan syarat atau sebab
terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkongkret, pembaca
dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan
oleh penyair.
Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar kata kongkret yang
dipilih untuk melukiskan ia berusaha sabar dan mengabaikan orang-orang
yang menggunjingnya atau membicarakannya ia menggunakan kata ‘Aku tak
bisa tidur/Orang ngomong, anjing nggonggong/Dunia jauh mengabur/Kelam
mendinding batu/Dihantam suara bertalu-talu/Di sebelahnya api dan abu’,
kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan ia berusaha berbicara namun
ia tidak dapat berbicara dan akhirnya berusaha untuk tidak perduli ia
menggunakan kata ‘Aku hendak bicara/Suaraku hilang, tenaga terbang/Sudah! tidak jadi apa-apa!/Ini dunia enggan disapa, ambil perduli’, kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan ia sudah tahan dan kuat untuk menjalani hidup ia menggunakan kata ‘Keras membeku air kali/Dan hidup bukan hidup lagi’,
kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan bahwa ia akan terus
bersabar dan yakin bahwa suatu saat nanti cobaan itu akan berlalu
seiring berjalannya waktu ia menggunakan kata ‘Kuulangi yang dulu kembali/Sambil bertutup telinga, berpicing mata/Menunggu reda yang mesti tiba’.
d. Bahasa Figuratif (Majas)
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura
sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan
sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna
lambang.
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang
dimaksudkan penyair karena: 1) bahasa figuratif mampu menghasilkan
kesenangan imajinatif, 2) bahasa figuratif adalah cara untuk
menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi
kongkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, 3) bahasa figuratif
adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan
menyampaikan sikap penyair, 4) bahasa figuratif adalah cara untuk
mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan
sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrine,
1974:616-617).
Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar menggunakan majas
hiperbola yakni kiasan yang berlebih-lebihan. Misalnya dalam kata ‘Dunia
jauh mengabur’, ‘Kelam mendinding batu’, ‘Suaraku hilang, tenaga
terbang’, ‘Keras membeku air kali’, ‘Dan hidup bukan hidup lagi’. Selain itu puisi tersebut juga menggunakan majas personifikasi seperti dalam kata ‘Ini dunia enggan disapa, ambil perduli’.
e. Rima dan Ritma
Bunyi di dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah
pengulangan bunyi di dalam puisi. Dalam ritma pemotongan-pemotongan
baris menjadi frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang
memperindah puisi itu.
1. Rima
Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau
orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu puisi menjadi merdu jika
dibaca. Untuk mengulang bunyi ini penyair juga mempertimbangkan lambang
bunyi. Dengan cara ini pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan
suasana puisi.
Rima di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:
Aku tak bisa tidur (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /i/)
Orang ngomong, anjing nggonggong (pengulangan bunyi fonem /o/ dan /ng/)
Dunia jauh mengabur (pengulangan bunyi fonem /u/)
Kelam mendinding batu (pengulangan bunyi fonem /e/ dan /m/)
Dihantam suara bertalu-talu (pengulangan bunyi fonem /a/)
Di sebelahnya api dan abu (pengulangan bunyi fonem /a/)
Aku hendak bicara (pengulangan bunyi fonem /a/)
Suaraku hilang, tenaga terbang (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /ng/)
Sudah! tidak jadi apa-apa! (pengulangan bunyi fonem /a/)
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli (pengulangan bunyi fonem /i/ dan /a/)
Keras membeku air kali (pengulangan bunyi fonem /k/, /e/, dan /a/)
Dan hidup bukan hidup lagi (pengulangan bunyi fonem /a/, /i/ dan kata ‘hidup’)
Kuulangi yang dulu kembali (pengulangan bunyi fonem /u/ dan /a/)
Sambil bertutup telinga, berpicing mata (pengulangan bunyi fonem /a/,/i/ dan /u/)
Menunggu reda yang mesti tiba (pengulangan bunyi fonem /e/ dan /a/)
2. Ritma
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma dapat dikatakan
sebagai irama namun berbeda dengan metrum (matra). Dalam puisi
karya-karya Chairil Anwar, irama sudah diciptakan secara kreatif artinya
tidak hanya berupa pemotongan baris-baris puisi menjadi dua frasa,
namun dapat berupa pengulangan kata-kata tertentu untuk mengikat
beberapa baris puisi.
Ritma di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar adalah kata
‘aku’ yang merupakan pengikat beberapa baris, sehingga baris-baris itu
seolah bergelombang menimbulkan ritma.
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak bicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
HAMPA
Sepi diluar menekan mendesak
Lurus kaku pepohonan tak bergerak
Sampai ke puncak sepi memangut
Tak satu kuasa, melepas renggut
Segala menanti, menanti, menanti
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencengkung pundak
Sampai binasa segala belum apa-apa
Udara bertuba setan bertempik
Ini sepi terus ada dan tiada
Anlisis Puisi Hampa:
1. Diksi (Pilihan Kata)
Pilihan kata
yang digunakan sipenyair dalam menungkpkan perasaannya dalam puisinya
yang menggunakan kata yang bersifat konotatif karena banyak mengandung
arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat pada kata
“sepi”, terbukti pada : “Sepi diluar menekan mendesak”
2. Imaji (Daya Bayang)
penyair menggabarkan/melukiskan perasaan kesepaiannya yang ditimbulkan
dalam bentuk imaji perasaan (cita rasa) terbukti: “Ini sepi terus ada.
Dan menanti”
3. Kata Kongkret (Kata Nyata)
kata konkretnya yaitu
sepi dan menanti, karena kata-kata tersebut mengacu kepada pengertian
dan penekanan yang menyeluruh dalam puisi. terbukti dalam larik:
Sepi diluar sepi menekan mendesak
Segala menanti, menanti, menanti
Sepi
4. Majas (Bahasa Figuratif)
-Refitisi:Sepi menanti, menanti, menanti, menanti
Sepi ini terus ada,menanti
Sepi menekan mendesak
-Personifikasi:Lurus kaku pepohonan tak bergerak
-Hiperbola:Udara bertuba setan bertempik
5.Rima (Pengulangan Bunyi)
-Aliterasi yaitu persamaan bunyi konsonan pada “T” dak “K”, terbukti:
Sampai ke puncak sepi memanggut
Tak satu kuasa, melepas renggut
Tak bergerak sampai ke puncak
-Asonansi yaitu persamaan bunyi vokal pada “i”, terbukti pada:
Segala menanti, menanti, menanti sepi
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
Dalam puisi sajak putih digamberkan gadis si aku pada suatu senja
hari yang indah ia duduk dihadapan si aku. Ia besandar yang pada saat
itu ada warna pelangi yaitu langit senja yang indah penuh dengan
macam-macam warna. Gadis itu bertudung sutra diwaktu hari sudah senja.
Sedangkan rambut gadis itu yang harum ditiup angin tampak seperti sedang
bersenda gurau, dan dalam mata gadis yang hitam kelihatan bunga mawar
dan melati yang mekar. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu
yang indah dan menarik . biasanya mawar itu berwarna merah yang
menggambarka cinta dan melati putih menggambarkan kesucian. Jadi dalam
mata si gadis tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat. Suasana
pada saat itu sangat menyenangkan, menarik,m penuh keindahan yang
memduat si aku haru dengan semua itu.
Dalam pertemuan ke dua insan itu sepi menyanyi, malam dalam doa tiba
yang menggambarka tidak ada percakapan dari keduanya. Mereka hanya dian
tanpa ada sepatah kata yang diucapkan seperti hanya ketika waktu berdoa.
Hanya kata hati yang berkata dan tidak keluar suara. Kesepian itu
mengakibatkan jiwa si aku bergerak seperti hanya permukaan kolam yang
terisa air yang beriak tertiup angin. Dalam keadaan diam tanpa kata itu,
didalam dada si aku terdengar lagu yang merdu yang menggambarkan
kegembiraan. Rasa kegembiraan itu digambarkan dengan menari seluruh aku.
Hidup dari hidupku, pintu terbuka menggambarkan bahwa si aku merasa
hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar serta masih ada
harapan yang pasti bisa diwujudkan selama gadis kekasihnya masih
menengadahkan mukanya ke si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis
masih mencintai si aku, mau memandang kemuka si aku, bahkan juga isyarat
untuk mencium dari si aku. Keduanya masih bermesraan dan saling
mencintai.
Begitu juga hidup si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup
wajar, dikiaskan dengan darahnya yang masih mengalir dan luka, sampai
kematioan tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan terpisahkan.
Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih
mengiaskan ketulusa kejujuran, dsan keihklasan. Jadi sajak putih berarti
suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.
Tanda-tanda semiotik untuk kegembiraan dan kebahagiaan di dalam sajak
ini adalah kata: tari, warna pelangi, sutra senja, memerdu lagu,
menari-neri, pintu terbuka. Jadi, sajak ini bersuasana gembira. Namun
biasanya sajak Chairil Anwar bersuasana murung, suram dan sedih. Puisi
tidak hanya menyampaikan informasi saja, namun diperlukan kepadatan dan
ekspresifitas, karena hanya inti pernyataan yang dikemukakan. Karena hal
ini, maka sajak penyimpangan dari tata bahasa normatif seperti:
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…..
Bila diucapkan secara normatif, maka ekspresifitasnya hilang karena
tidak padat dan tidak berirama. “Pintu akan selalu terbuka bagi hidup
dan hidupku. Selama matamu menengadah bagiku. Selama darah masih
mengalir jika engkau terluka. Antara kita sampai kematian datang kita
tidak membelah(berpisah). Dalam sajak ini pengertian abstrak dapat
menjadi kongret karena digunakan citraan-citraan dan gerak yang digabung
dengan metafora.
Rasa sayangnya itu juga digambarkan dalam puisi Chairil Anwar yang
berjudul “Penerimaan”. Dalam puisi itu digambarkan bahwa si aku masih
bisa menerima si gadis yang telah berselingkuh dengan orang lain. Si aku
menerima dengan rasa penuh keihklasan dari si gadis yang telah mau
kembali kepelukannya. Terlalu sayangnya si aku, si aku menerima dengan
lapang dada tentang apa yang telah diperbuat oleh si gadis dengan orang
lain.
Dalam puisi “Sajak Putih” banyak digunakan bahasa-bahasa kiasan.
“Tari warna pelangi” merupakan bahasa kiasan personifikasi yang
menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah hidup. “ rambutmu
mengalun bergelut sernda” juga menggunakan bahasa kiasan personifikasi.
Selain itu ada kesamaan dalam penggunaan citraan-citraan agar mempunyai
makna yang kongret, serta menggunakan metafora-metafora.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Dalam puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” diatas, terasa bahwa penyair
sedang dicengkeram perasaan sedih yang teramat dalam. Tetapi seperti
pada puisi-puisi Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang diungkapkan
tidak memberikan kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan yang
amat dalam, penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas.
Di dalamnya tak satu pun kata ”sedih” diucapkannya, tetapi ia mampu
berucap tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya untuk
turut erta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang
telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana. Hari menjelang malam
disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar jauh. Gambaran tentang
pantai ini sudah bercerita tentang suatu yang muram, di sana seseorang
berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta, berjalan menyusur
semenanjung.
Satu ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar adalah kekuatan yang ada
pada pilihan kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas, setiap kata
mampu menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang
berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair berhasil
menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa
yang dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan
rasa haru yang dalam. Inilah kehebatan Chairil Anwar, dengan kata-kata
yang biasa mampu menghidupkan imajinasi kita. Judul puisi tersebut,
telah membawa kita pada suatu situasi yang khusus.
Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada pergantian petang
dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja.
Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam, kata kelam sengaja
dipilihnya, karena terasa lebih indah dan dalam daripada
kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada
juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman
sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari telah berlalu
dan berganti dengan masa mendatang, diucapkan dengan kata-kata penuh
daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Penggambaran
malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan dengan
kata-kata yang sarat akan makna, yakni: dan kini tanah dan air hilang
ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan kata, disertai ritme
yang aps dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini,
yang dapat kita rasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap
larik.
Di dalam puisi ini juga digambarkan rasa cinta namun dalam bentuk
kesedihan yang mendalam yang dialami oleh si aku namun si aku tetap
tegar menghadapinya. Si aku dalam keadaan muram , penuh kegelisahan, dan
tidak sempurna dengan kehidupannya. Si aku sedang mancari cintanya yang
hilang. Suasana pada saat itu gerimas yang menambah rasa kesedihan dari
si aku.
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada
bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya
makna seluruh puisi.
Bait I “Cintaku jauh di pulau” berarti. Kekasih tokoh aku (gadis
manis) berada di suatu tempat yang jauh. “Gadis manis sekarang iseng
sendiri” artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis
yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku.
Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu
karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat
bagus danmalam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah
karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena
walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah
memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke
pangkuanku saja”).
Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia
telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak,
namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya terlebih
dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.
Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa
setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian
yang sia-sia. Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus
sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih
tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk
meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan.
Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya
sebelum ia meraih cita-citanya.
Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang,
gelisah, kecewa, dan putus asa. Kecuali itu ada unsur metafisis yang
menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis
tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha
telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan
lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang
diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan
demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.
Dalam puisi ini juga menggunakan citraan-citraan. Hal itu terdapat
dalam “Perahu melancar, bulan memancar,”. Citraan yang digunakan adalah
citraan penglihatan karena perahu melancar dan bulan memancar hanya bisa
dilihat. Jadi citraannya adalah citraan penglihatan. Citraan visual
digunakan dalam:
“Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
….
Mengapa Ajal memanggil dulu
…
Dalam puisi “Cintaku jauh di pulau” juga menggunakan bahasa sajak. Bahasa sajak yang digunakan adalah:
a. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.
…
angin membantu, laut terang, tapi terasa
…
Di air yang tenang, di angin mendayu,
…
Mengapa Ajal memanggil dulu
…
b. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan melebih-lebihkan.
…
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
….
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
…
Dari kesemuaan puisi Chairil Anwar tersebut mempunyai persamaan dalam
tema yaitu tentang percintaan. Namun hanya berbeda dalam penggunaan
pilihan kata-kata. Selain itu berbeda dalam perasaan hati si aku.
Perasaan berbeda karana hidup seseorang tidak akan sama perasaannya.
Kadang sedih dan kadang pula hidup bahagia. Begitui juga halnya si aku.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2006. Deru Campur Debu. Jakarta: Dian Rakyat.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
____________2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Sayuti. Suminto A. 2002. Perkenalan Dengan Puisi. Yogyakarta : Gama Media.
Wachid BS, Abdul. 2009. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta : Cinta Buku.
Begitulah pembahasan mengenai Rahasia Unik Matematika Ajaib dan "PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR beserta Analisisnya" Terima kasih atas kunjungannya
Artikel ini dikelompokkan ke dalam kategori
Artikel ini bersumber dari https://rumahakal.com dan https://fitrilidwi.blogspot.com/2014/03/puisi-karya-chairil-anwar-beserta.html
0 Response to "PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR Beserta Analisisnya Aliterasi Puisi Insyaf"
Post a Comment